Rabu, 20 Oktober 2010

Asma Bronchial

Pengertian
a.Asma Bronchial adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermiten yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, bergantian dengan periode bebas gejala.
b.Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik :
1) Obstruksi saluran nafas yang reversible (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
2) Inflamasi saluran nafas.
3) Peningkatan respons saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (Ilmu Penyakit dalam Jilid II Hal 21).


Patofisiologi


Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar berikut: 




Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003)
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-aktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003)
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)

 

Jumat, 08 Oktober 2010

Pilek

1. Berikut ini adalah pembahasan ringkas anatomi organ THT yang terkait:
a. Hidung luar terbentuk oleh tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan dan menyempitkan rongga hidung, menonjol pada garis di antara pipi dengan bibir atas; struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah tulang, yang tidak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago, yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang paling mudah digerakkan.
b. Rongga hidung (cavitas nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang. Lubang depan cavitas nasi disebut nares anteriror dan lubang belakangnya disebut nares posterior (choanae) yang menghubungkan cavitas nasi dengan nasofaring. Tepat di belakang nares anterior terdapat vestibulum yang dilapisi rambut dan kelenjar sebasea.
c. Tiap cavitas nasi memiliki 4 dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial adalah septum nasi. Bagian terluar dari septum dilapisi oleh kelenjar mukosa. Dinding lateral mempunyai empat buah concha yakni concha inferior, chonca media, chonca superior, dan chonca suprema. Di antara concha dan dinding lateral hidung terdapat meatus. Dinding inferior merupakan dasar dari rongga hidung dan dibentuk oleh os maxilla dan os palatum. Dinding superior dibentuk oleh lamina kribriformis yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
d. Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika. Bagian bawah dari rongga hidung mendapat pendarahan dari a. maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.
e. Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior, sedangkan bagian lain mendapat persarafan sensoris dari n. maxilla.
f. Rongga hidung dilapisi oleh dua jenis mukosa, mukosa olfaktori dan mukosa respiratori.
g. Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetrinya bervariasi. Secara umum diberi nama, sinus maxillaris, sfenoidalis, frontalis, dan ethmoidalis.

Berikut ini merupakan pembahasan ringkas mengenai aspek histologi organ terkait:
a. Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi.
b. Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
c. Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa respiratori berwarna merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning kecoklatan.
d. Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat.



Berikut ini adalah pembahasan singkat mengenai aspek fisiologis organ THT terkait:
a. Hidung berfungsi sebagai jalan udara pernafasan. Udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi hal sebaliknya.
b. Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara sekaligus sebagai penyaring dan pelindung udara inspirasi dari debu dan bakteri bersama rambut hidung, dan silia.
c. Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius.
d. Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebgai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan tekanan udara, membantu produksi mukus dan sebagainya.

2. Pilek menahun dicetuskan oleh pemaparan allergen terhadap individu yang mudah tersensitasi. Berbagai alergen pencetus, misalnya debu rumah, mites, kapuk, kapur, bulu binatang, wool, parfum, insektisida, human danders (serpihan kulit dari manusia terutama di tempat tidur), makanan tertentu, obat-obatan, dan sebagainya. Penyebab yang paling dominan ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor nonspesifik pun dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca, kelembaban yang tinggi. gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman, tetapi karena lebih persisten, maka komplikasinya lebih sering ditemukan.

3. Patomekanisme pilek menahun dimulai dari pemaparan allergen ke individu yang mudah tersensitasi. Antibodi IgE diproduksi oleh sel plasma kemudian berikatan dengan reseptor spesifik Fcε-R pada sel mast dan sel basofil. Bila terjadi pemaparan ulang dari allergen yang sama maka ikatan antibodi IgE terhadap allergen akan mencetuskan pengeluaran beberapa mediator kimiawi dari sel mast dan basofil yang bersangkutan, baik berupa mediator primer meliputi histamin, protease, ECF, dan NCF, maupun mediator sekunder misalnya leukotrines B4, C4, D4, Prostaglandin D2, dan sebagainya. Mediator yang utama adalah histamin yang mempunyai efek dilatasi pada pembuluh darah kecil, meningkatkan permiabilitas kapiler, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah. Efek histamin pada saraf sensoris adalah meningkatkan sekresi kelenjar mukosa dan mencetuskan terjadinya bersin. Secara klinis tampak sebagai gejala rinorhea, terasa ada lendir di pangkal tenggorokan akibat mobilisasi mucus, bersin, dan sebagainya.

4. Sesak napas ini diakibatkan oleh adanya obstruksi saluran napas akibat hipersekresi kelenjar mukosa sehingga terjadi perubahan mukosa, perubahan struktural, atau pun keduanya. Perubahan mukosa ini dapat bersifat patologis (virus, bakteri, jamur, alergi, vasomotor, RM, mukosa hipertrofi, dan atrofi). Perubahan struktur yang dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan hidung bisa mengenai septum (deformitas septum nasi, trauma septum nasi, hematoma septum, abses septum, dan perforasi septum) atau pertumbuhan baru (polip hidung, papilloma, papilloma inversi, dll). Kelainan mukosa bisa mengenai septum (deformitas septum nasi, trauma septum nasi, hematoma septum, abses septum, dan perforasi septum) atau pertumbuhan baru (polip hidung, papilloma, papilloma inversi, dll). Biasanya dapat dilihat sekret yang jernih atau mukopurulen dengan konka yang merah, membengkak, dan edema. Selama periode aktif (eksaserbasi) reaksi hidung alergi , atau vasomotor dapat dilihat sekresi yang jernih, konka yang pucat keunguan, membengkak dan edema. Bila hidung tenang (remisi) maka penderita reaksi hidung alergi atau vasomotor akan mempunyai mukosa yang normal. Pada pemeriksaan RM, biasanya mukosa berwarna merah dan granular, sedangkan pada mukosa hiperplasia, tampak mukosa pucat, dengan atau tanpa sejumlah perubahan polipoid dan bisa pula granular. Pada atrofi mukosa, mukosa dapat merah muda, tetapi biasanya tipis dan tergantung dari derajat atrofi, ia dapat disertai dengan krusta yang berbau busuk.

5. Mukosa hidung pasien biasanya basah, pucat, dan terjadi perubahan warna. Konka mengalami pembengkakan. Jika terdapat infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi dari encer hingga kental dan purulen; pada saat yang sama mukosa hidung menjadi merah karena inflamasi, terbendung atau kering sama sekali. Selain itu dapat pula terjadi perubahan degeneratif polipoid pada seluruh mukosa hidung. Kemungkinan polip juga tidak dapat disingkirkan. Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik tetapi dapat menunjukkan penebalan mukosa dan pengumpulan sekret. Gejala yang khas pada penderita nasal alergi ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan. Gejala lain ialah rinorhea yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Demam tidak terjadi kecuali bila terdapat infeksi sekunder. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya banyak sekret yang encer.

6. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis dengan gejala pilek menahun dapat ditempuh melalui:
a. Anamnesis, dimulai dengan menanyakan riwayat penyakti alergi dalam keluarga. Pasien juga perlu ditanya mengenai gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti asma, ekzema, urtikaria, atau sensitivitas obat. Saat-saat dimana gejala sering timbul juga membantu menentukan alergi musiman. Ditanyakan pula lingkungan kerja dan tempat tinggal, aktivitas di luar rumah, hewan peliharaan, idiosinkrasi terhadap makanan tertentu, dan sebagainya.
b. Pemeriksaan hidung melalui rhinoskopi atau endoskopi, mukosa hidung pasien biasanya basah, pucat, dan terjadi perubahan warna, konka membengkak. Jika terdapat infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi dari encer hingga kental dan purulen; pada saat yang sama mukosa hidung menjadi merah karena inflamasi, terbendung atau kering sama sekali. Selain itu dapat pula terjadi perubahan degeneratif polipoid pada seluruh mukosa hidung. Kemungkinan polip juga tidak dapat disingkirkan. Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik tetapi dapat menunjukkan penebalan mukosa dan pengumpulan sekret.
c. Pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan uji makanan provokatif dan eliminasi bila pasien dicurigai alergi terhadap makanan tertentu, tes antibodi IgE total (PRIST) atau IgE spesifik (RAST atau ELISA), tes kulit misalnya uji cukit, SET, hitung basofil, netrofil, dan sebagainya bergantung pada kebutuhan.

7. Penyakit-penyakit yang dapat memiliki tanda dan gejala pilek menahun antara lain rhinitis alergi perennial, rhinitis vasomotor, rhinitis medikamentosa, dan sinusitis kronik.

8. Terapi pilek menahun bergantung pada diagnosis penyakit yang ditegakkan. Akan tetapi secara umum dapat dilakukan beberapa hal berikut:
a. Menghindari pajanan terhadap alergen penyebab kecuali dengan tujuan imunoterapi (desensitisasi).
b. Farmakoterapi terutama yang bersifat simptomimetik misalnya vasokonstriktor, bronkodilatator, dekongestan, dan sebagainya. Glukokortikoid, sebagai imunosupresor dan histamin sebagai terapi antiinflamasi.
c. Imunoterapi dilakukan bila diagnosis yang ditegakkan mengarah pada pilek menahun akibat manifestasi alergi. Namun, perlu diwaspadai terjadinya syok anafilaksis sehingga adrenalin atau kortikosteroid harus selalu disiapkan.

Rabu, 06 Oktober 2010

Batuk


PENDAHULUAN

Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan menjadi amat mengganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/ hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari.

Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak berhubungan dengan kebiasaan merokok. Dua puluh lima persen dari mereka yang merokok 1/2 bungkus/hari akan mengalami batuk-batuk, sementara dari penderita yang merokok 1 bungkus per hari akan ditemukan kira-kira 50% yang batuk kronik. Sebagian besar dari perokok berat yang merokok 2 bungkus/hari akan mengeluh batuk-batuk kronik. Penelitian berskala besar di AS juga menemukan bahwa 22% non perokok juga menderita batuk yang antara lain disebabkan oleh penyakit kronik, polusi udara dan lain-lain.

-

DEFINISI

Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi secara sukarela maupun tanpa disengaja.

Batuk merupakan suatu tindakan refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang umum di masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi lingkungan, terutama partikulat.


-

REFLEKS BATUK

Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.

Tabel 1. Komponen refleks batuk
 
 

Reseptor            

Aferen
Pusat batuk
Eferen
Efektor

LaringTrakea

Bronkus

Telinga

Pleura

Lambung

Hidung

Sinus paranasalis

Faring

Perikardium

Diafragma          
Cabang nervus vagusNervus trigeminus


Nervus glosofaringwus

Nervus frenikus               
Tersebar merata di medula oblongata dekat pusat pernafasan, di bawah kontrol pusat yang lebih tinggi    
Nervus vagusNervus frenikus intercostal dan lumbaris
Saraf-saraf trigeminus, fasialis, hipoglosus, dan lain-lain               
Laring. Trakea dan bronkusDiafragma, otot-otot intercostal, abdominal, dan otot lumbal


Otot-otot saluran nafas atas, dan otot-otot bantu nafas

Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula oblongata, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus, n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, brrmkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi.




PENYEBAB BATUK

Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. Tentunya diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi paru dan lain-lain.

Tabel 2. Beberapa penyebab batuk


Iritan


Penyakit paru restriktif
Mekanik

Infeksi

Penyakit paru obstruktif

Tumor

Rokok
Asap
SO2
Gas di tempat kerja
Pnemokoniosis
Penyakit kolagen
Penyakit granulomatosa
Retensi sekret bronkopulmoner
Benda asing dalam saluran nafas
Postnasal drip
Aspirasi
Laringitis akut
Bronkitis akut
Pneumonia
Pleuritis
Perikarditis
Bronkitis kronis
Asma
Emfisema
Fibrosis kistik
Bronkiektasis
Tumor laring
Tumor paru
 



MEKANISME BATUK

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk


Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.


 Fase Batuk

IRRITATION --------->  INSPIRATION -----> COMPRESSION ------. EKSPULSION

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.


-

KOMPLIKASI

Komplikasi tersering adalah keluhan non spesifik seperti badan lemah, anoreksia, mual dan muntah. Mungkin dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang lebih berat, baik berupa kardiovaskuler, muskuloskeletal atau gejala-gejala lain.

Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia, perdarahan subkonjungtiva, nasal dan di daerah anus, bahkan ada yang melaporkan terjadinya henti jantung. Batuk-batuk yang hebat juga dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks, pneumomediastinum, ruptur otot-otot dan bahkan fraktur iga.

Komplikasi yang sangat dramatis tetapi jarang terjadi adalah Cough syncope atau Tussive syncope. Keadaan ini biasanya terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan kemudian penderita akan kehilangan kesadaran selama ± 10 detik. Cough syncope terjadi karena peningkatan tekanan serebrospinal secara nyata akibat peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdomen ketika batuk.



DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Batuk pada anak-anak bisa berupa refleks fisiologis yang normal atau karena penyakit yang mendasari. Pada anak-anak yang sehat mungkin normal tanpa adanya penyakit dapat ditemukan batuk sepuluh kali dalam sehari. Penyebab paling umum dari batuk subakut akut adalah infeksi saluran pernafasan virus. Pada orang dewasa dengan batuk kronis (> 8 minggu) lebih dari 90% kasus disebabkan oleh pasca tetes hidung, asma, bronkitis, dan penyakit refluks gastroesophageal.


PENUTUP

Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh yang berguna untuk membersihkan saluran trakeobronkial. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan berbagai efek yang tidak menguntungkan berupa penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain. Batuk yang tidak efektif mungkin terjadi karena gangguan di saraf aferen, pusat batuk atau di saraf eferen yang ada. Batuk yang berlebihan akan terasa mengganggu. Penyebab batuk juga amat beragam, mulai dari kebiasaan merokok

sampai pada berbagai penyakit baik di paru maupun di luar paru. Keluhan batuk juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi mulai dari yang ringan sampai yang berat.